LEMBATA, FaktahukumNTT.com. – 6 September 2023

“Tinta Pena”menggoreskan kata. Menarik  ketika membaca tulisan seorang guru berliterasi di sejumlah media.Bukan kontennya saja, namun menggugah penulis tentang apa yang diperankan oleh guru. Sebuah peran, yang bukan hal baru, yang ditampilkan sosok guru yang tidak terpenjara di dalam tugas dan fungsi dirinya sebagai pendidik.

“Setiap kata pasti bermakna. Apalagi berbentuk kalimat yang sistematik dan informatif. Unsur informasi diserap untuk dikembangkan menjadi lebih informatif. Fakta dideskripsikan menjadi informasi terpercaya. Tujuannya memberikan wawasan dan edukasi pada publik. Itu adalah bidang kerja jurnalistik. Ilmu dan skill jurnalistik sangat berpeluang untuk menyebarluaskan informasi nilai-nilai luhur Pancasila”

Seperti diketahui, menurut Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, diperoleh pengertian guru sebagai tenaga pendidik profesional yang memiliki tugas utama untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Hal di atas, mengisyaratkan bahwa guru memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengajar, mendidik, melatih para peserta didik agar menjadi individu yang berkualitas, baik dari sisi intelektual, maupun akhlaknya.

Dari hal tersebut, didapati  beberapa tugas utama guru, yaitu mengajar siswa, di mana guru bertanggung jawa untuk mengajarkan suatu ilmu pengetahuan kepada mereka.

Dalam hal ini, fokus utama kegiatan mengajar adalah dalam hal intelektual sehingga para siswa mengetahui tentang materi dari suatu disiplin ilmu.

Kemudian, guru berkewajiban untuk mendidik siswa yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku mereka menjadi lebih baik. Dalam hal ini, proses mendidik siswa merupakan hal yang lebih sulit untuk dilakukan, ketimbang mengajarkan suatu ilmu pengetahuan. Selain itu, seorang guru harus dapat menjadi teladan yang baik bagi siswa, sehingga mereka memiliki karakter yang baik sesuai norma dan nilai yang berlaku di masyarakat.

Berikutnya, melatih siswa. Di sini, seorang guru memiliki tugas untuk melatih mereka agar memiliki keterampilan dan kecakapan dasar.

Termasuk, keterampilan dan kecakapan lanjutan untuk sekolah kejuruan.
Selanjutnya, seorang guru harus membimbing dan mengarahkan siswa agar tetap berada pada jalur yang tepat. Dalam hal ini, sesuai dengan tujuan pendidikan. Selain itu, guru juga bertugas memotivasi siswa agar berusaha keras untuk lebih maju. Bentuk dorongan yang diberikan seorang guru dapat dengan memberikan reward.Kembali kepada ketertarikan penulis pada peran guru saat ini. Mereka menulis dengan  banyak topik. Bahkan, tidak sedikit yang menuangkan ide dan gagasan dalam bentuk karya sastra. Tentu, semuanya berdasarkan pengalaman yang mereka peroleh.

Sesungguhnya, peran guru tersebut telah bergeser ke arah yang lebih maju. Mereka telah memasuki dunia jurnalistik. Sebuah ruang yang mengeksplorasi setiap ide yang dimiliki guru.

Jika mengamati pemublikasian karya dalam sebuah media massa, maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa guru, tidak hanya telah menjadi seorang penulis biasa, namun sudah menjadi seorang yang terjun ke dunia jurnalistik. Hal ini sesuai dengan pengertian dasar dari jurnalistik, seperti dikemukakan oleh Adinegoro (Hukum Komunikasi Jurnalistik,1984).

Jurnalistik adalah sebuah kepandaian dalam hal mengarang (menyusun kata) yang tujuan pokoknya adalah untuk memberikan kabar atau informasi kepada masyarakat umum secepat mungkin dan tersiar seluas mungkin.

Berdasarkan proses pengumpulan data, reportase, editing, hingga pemublikasian karya ke media, baik online maupun cetak, tidak dipungkiri lagi bahwa guru telah menjadi seorang jurnalis.

Selain itu, dengan banyaknya guru yang mereportase peristiwa di sekolah, atau di kegiatannya, dia telah memerankan jurnalistik dalam newsgathering, sebuah proses jurnalistik yang meliput, mewancara, dan melakukan riset data.

Termasuk, ketika melakukan penyuntingan naskah yang merupakan salah satu kerja jurnalistik dalam hal perbaikan naskah dari sisi redaksional, dan kontennya.

Kemudian, pada saat pemublikasian naskah yang merupakan tahap akhir jurnalistik, maka peran seorang jurnalis telah disandang seorang guru. Sebuah capaian yang boleh jadi tidak disadari oleh seorang guru.

Sebenarnya, aktivitas menulis di media massa yang dilakukan guru merupakan langkah inovatif yang tidak bertentangan dengan peran dan tugasnya seperti yang sudah disampaikan di awal, Bahkan, inovasi tersebut memotivasi siswanya untuk menjadi pribadi yang akan mampu menyebarkan manfaat di kehidupannya kelak.

Tentu, dengan mengetahui kode etik jurnalistik, seperti tidak mencampurkan fakta dan opini, berimbang, cek dan ricek, tidak menulis berita bohong, fitnah, dan pornografi, serta tidak menerima suap dan menyalahgunakan profesi, maka seorang guru telah bertransformasi menjadi seorang jurnalis.

Ragam berita, features, dan opini yang guru tulis dan dipublikasikan, pastinya sangat bermanfaat. Tulisan-tulisannya akan memperkaya khasanah pembaca. Bahkan, tidak kecil kemungkinan akan meniru inovasi yang penulis publikasikan.

Akhirnya, terdapat banyak peran seorang guru dalam dunia pendidikan. Tidak hanya dalam mengajarkan ilmu pengetahuan di kelas, namun dengan kecakapan menulis di media massa, akan menjadikan guru sebagai seorang jurnalis yang ide dan gagasannya bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya masyarakat, memberikan wawasan kepada peserta didik dalam jenjang tingka Sekolah Menenga Pertama (SMP), Sekolah Menenga Atas (SMA) maupun Sekolah Menega Kejuruan (SMK) dan juga kejenjang pendidikan yang setara.

Kata kunci kompetensi jurnalistik 

Kompetensi Pembina atau pelatih menjadi syarat mutlak didirikannya ekstrakurikuler Jurnalistik. Pertimbangan ini sejatinya demi ketercapaian tujuan pembinaan peserta didik pada bidang jurnalistik. Apalagi dunia jurnalistik saat ini sangat banyak variannya dan pasti membutuhkan berbagai strategi dalam pendidikan maupun pemahamannya.

Pembina atau pelatih jurnalistik di sekolah, tak harus mengandalkan pendidik mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pelatihnya bisa saja tenaga pendidik lainnya yang menguasai bidang jurnalistik dari aspek keilmuan sekaligus praktiknya. Hal itu menjadi pertimbangan penting demi terbina dan terlatihnya peserta didik dalam bidang jurnalistik sesuai dengan kaidah-kaidah praktik baik jurnalistik.

Selain kompetensi dibidang jurnalistik, Pembina atau pelatih harus memiliki wawasan yang mapan dalam hal nasionalisme. Sehingga pada saat mengedukasi atau melatih peserta didik di ekstrakurikuler Jurnalistik, dirinya mampu memberikan landasan-landasan dasar seputar hubungan karya jurnalistik dengan nilai-nilai kebangsaan. Khususnya dalam mengedukasi peserta jurnalistik dalam mengetahui, memahami, memaknai sekaligus mengamalkan Pancasila dari sisi karya jurnalistik.

Sedangkan kompetensi utama dari seorang Pembina atau pelatih jurnalistik, tentunya terfokus pada berbagai kompetensi bidang jurnaslistik. Pembina atau pelatih jurnalistik harus mampu memberikan bekal ilmu dan keterampilan dalam bidang karya tulis, karya jurnalistik, bahasa jurnalistik, fotografi, videografi, hingga penguatan sikap jurnalis sesuai dengan kode etik jurnalistik di Indonesia.

Disisi lain, Pembina atau pelatih ekstrakurikuler Jurnalistik juga harus memiliki kemampuan dalam memberikan spesifikasi pembeda aneka bentuk media massa yang berkembang saat ini. Sehingga peserta didik dapat mengetahui sekaligus berkarya sesuai ciri khas media massa yang ada. Baik dalam aspek karya tulis jurnalistik maupun dibidang fotografi dan videografi jurnalistik.

Misalkan dari sejarah perkembangan dunia jurnalistik di Indonesia, sejak lama sudah ada koran, majalah, tabloid, bulletin, hingga radio dan televisi. Nah, sesuai dengan perkembangan jaman dan dunia teknologi informasi, kini berkembang pula media online maupun siaran audio dan audio visual yang dapat diakses sewaktu-waktu.

Sedangkan dalam dunia fotografi dan videografi, bila dulu seorang jurnalis menggunakan kamera DSLR atau handycam secara khusus, kini hanya dengan smartphone semua bisa diatasi. Oleh karenanya, peserta didik harus dididik dan dilatih dalam menggunakan smartphone yang dimiliki untuk berkarya secara jurnalistik.

Perkembangan beserta ciri khasnya harus dibedah dan disampaikan pada peserta didik. Selanjutnya diberikan latihan kepada peserta didik untuk berkarya sesuai dengan bentuk dari media massa itu. Sehingga peserta didik tetap mampu mengikuti perkembangan dunia jurnalistik secara proporsional.

MODEL PEMBINAAN

Dalam rangka menyelaraskan penguatan pendidikan karakter (PPK) dan P4, maka model pembinaan ekstrakurikuler Jurnalistik harus benar-benar direncanakan secara proporsional. Jangan sampai kegiatan ekstrakurikuler Jurnalistik jadi membosankan peserta didik, sebagaimana saat mereka mengikuti pelajaran sehari-hari.

Model utama yang harus diperhatikan adalah formula materi yang akan diberikan pada peserta ekstrakurikuler Jurnalistik. Sebaiknya, selain materi yang langsung mengarah pada ilmu jurnalistik, peserta juga harus dibekali dengan bentuk-bentuk karya ilmiah lainnya yang dibutuhkan peserta didik dalam pembelajaran.

Variasi metode dalam penyampaian materi di ekstrakurikuler Jurnalistik, memang harus lebih kreatif dan inovatif. Setidaknya peserta didik akan menikmati pola-pola pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna. Kompetensi pembelajaran seperti ini juga wajib dimiliki Pembina atau pelatih jurnalistik agar mampu mencapai target yang diinginkan.

Sementara dalam urusan materi teori di ekstrakurikuler Jurnalistik, minimal peserta didik diberi materi dalam 3 (tiga) kelompok. Pertama, materi khusus keilmuan dan pengetahuan jurnalistik. Kedua, materi khusus seputar praktik baik bidang jurnalistik. Ketiga, materi khusus tentang berbagai bentuk karya ilmiah beserta sistematika standarnya.

Selain ketiga materi yang dikelompokkan tersebut di atas, peserta juga harus diberikan praktik menulis berbagai bentuk karya jurnalistik. Peserta dilatih dalam keterampilan fotografi dan videografi. Hal terpenting lagi, peserta harus dididik dan dilatih tentang teknik presentasi dengan menggunakan berbagai bentuk aplikasi teknologi informasi.

Nah, sebagai langkah terakhir, Pembina atau pelatih jurnalistik harus memberikan materi tentang hubungan dunia jurnalistik dengan nasionalisme. Pembina atau pelatih jurnalistik dapat membuat materi khusus atau mengintegrasikannya dalam berbagai kesempatan penyampaian materi jurnalistik.

Hal terpenting, Pembina atau pelatih jurnalistik harus mengarahkan peserta didik agar mampu berkarya jurnalistik yang bernafaskan nilai-nilai luhur Pancasila. Peserta didik dapat diberi tugas membuat artikel opini atau pun artikel dalam bentuk essay. Karya itu temanya menggabungkan kondisi faktual di sekolah dengan pengamalan nilai-nilai luhur Pancasila.

Kontinyuitas dalam pemberian tugas sekaligus praktik baik itu, pastinya akan mampu menempah peserta didik di ekstrakurikuler Jurnalistik lebih paham akan ideologi bangsanya. Setelah itu, barulah mereka diajarkan bagaimana mempublikasikan karyanya agar dapat menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca, baik dilingkup sekolah maupun masyarakat umum. Salam “Tinta Pena”(ROFINUS REHE RONING)

 

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.