Kekhawatiran Ki Hajar benar-benar terjadi sekarang ini, pemuda Indonesia makin lama justru makin hilang kecintaannya terhadap bangsanya sendiri. Mayoritas pemuda justru lebih memilih untuk menghabiskan waktu luangnya untuk berbelanja, jalan-jalan di pusat perbelanjaan, nongkrong, ugal-ugalan dari pada mengkaji, mendiskusikan dan merefleksi kondisi bangsanya yang semakin hari semakin hancur ini.

Pengajaran nasional negara kita benar-benar telah mengalami kerancuan, penghidupan bangsa ialah segala sesuatu yang menghidupi manusia. Alam (tanah, laut, gunung, sawah, kebun), agama, perhimpunan politik adalah beberapa contoh dari penghidupan manusia. Pengajaran nasional haruslah sesuai dengan konteks penghidupan atau kondisi material peserta didik agar kegiatan pengajaran lebih bermanfaat dan berfaedah bagi masyarakat.

Masih terkait tulisan Ki Hajar Dewantara dalam bukunya mengatakan “untuk mendapatkan sistem pengajaran yang akan berfaedah bagi kehidupan bersama, haruslah sistem itu disesuaikan dengan hidup dan penghidupan rakyat.” dari sini kita sudah bisa memahami bahwa sistim pengajaran yang tidak kontekstual dengan konteks penghidupan rakyat (peserta didik) ialah pengajaran yang “keliru” sebab akan membuat mereka terasing dari lingkungannya sendiri.

Menjadi Manusia Merdeka

Bukan hanya Kabupaten Lembata  yang menginginkan kemerdekaan sejati dalam praktik pendidikan, pun dengan Ki Hajar Dewantara. Jika menurut Insan pencinta pendidikan di Tanah titipan manusia merdeka ialah manusia yang menjadi subjek bagi dirinya sendiri, Ki Hajar Dewantara mendefinisikan manusia merdeka ialah manusia yang hidupnya lahir atau batin tidak tergantung kepada orang lain, akan tetapi bersandar atas kekuatannya sendiri.

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.