JURNAL= ROFINUS REHE, S.Ag. Guru Agama Katolik SMAN I NUBATUKAN Kabupaten Lembata- NTT
(Kamis 24 April 2025)
FK – Makna “Kunci Pintu” dan “Kunci Jendela” Modul Modulus dalam Deep Learning untuk mengisi kekosongan dalam olah pikir dapat dijelaskan secara filosofis dan pedagogis sebagai berikut:
1. Kunci Pintu: Akses ke Pemahaman yang Dalam
Dalam konteks modul sebagai modulus, kunci pintu melambangkan akses pertama menuju pemahaman yang bermakna. Modul yang disusun dengan struktur yang jelas, identitas kuat, dan tujuan pembelajaran yang terarah adalah seperti sebuah pintu yang bisa dibuka oleh siswa agar mereka bisa masuk ke ruang pengetahuan, ruang iman, dan ruang nilai hidup yang lebih dalam.
Kunci pintu modul adalah:
- Tujuan pembelajaran yang jelas
- Relevansi materi dengan realitas hidup siswa
- Ruang refleksi yang memanusiakan proses belajar
Dengan kunci ini, peserta didik tidak hanya menerima pelajaran, tetapi mereka masuk dan terlibat aktif dalam proses penghayatan makna.
2. Kunci Jendela: Pandangan Baru dari Dalam Diri
Sementara kunci jendela adalah simbol dari pemampukan peserta didik untuk melihat dunia secara baru, dari dalam ke luar. Setelah mereka masuk melalui pintu modul, mereka menemukan jendela yang terbuka untuk melihat dunia dengan lensa nilai, iman, dan kebijaksanaan.
Kunci jendela modul adalah:
- Aktivitas eksploratif dan reflektif
- Pertanyaan pemantik kritis dan terbuka
- Koneksi antara pengetahuan dan tindakan nyata
Modul yang menyediakan jendela ini membantu peserta didik melihat makna hidup di balik teks, melihat nilai di balik teori, dan melihat arah di balik tantangan zaman.
3. Mengisi Kekosongan dalam Olah Pikir: Modul sebagai Modulus
Kekosongan dalam olah pikir sering kali terjadi karena pembelajaran hanya menyentuh permukaan pengetahuan tanpa struktur, kedalaman, dan koneksi spiritual. Di sinilah modul sebagai modulus menjadi ukuran standar yang menyambungkan dimensi intelektual (IQ), spiritual (SQ), dan emosional (EQ).
Modul yang baik menjadi alat ukur pedagogis, yaitu:
- Menakar kedalaman pemahaman (IQ)
- Mengukur kualitas refleksi iman (SQ)
- Menyelaraskan sikap dan perilaku (EQ)
Dengan itu, modul bukan hanya alat teknis, tetapi jembatan filosofis yang mengisi kekosongan pada olah pikir siswa—membimbing mereka dari kebingungan menuju kejelasan, dari kekosongan menuju pemenuhan, dari pasif menuju partisipatif.
Jika kamu ingin, bagian ini bisa juga saya masukkan ke dokumen jurnalmu sebagai subbab reflektif filosofis. Mau?
Penelitian reflektif ini membahas peran strategis modul ajar dalam pengembangan pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti di SMAN I Nubatukan. Modul tidak hanya dipandang sebagai perangkat ajar administratif, melainkan sebagai kunci utama yang membuka dimensi intelektual (IQ), spiritual (SQ), dan emosional (EQ) peserta didik. Berangkat dari etimologi kata “modul”, penelitian ini menganalisis identitas, kompetensi, elemen-elemen utama, serta enam dimensi kualitas modul ajar dalam konteks Kurikulum Merdeka. Kisah reflektif guru Rofis Roning menjadi inspirasi dalam mengembangkan modul sebagai media pembebas dan pencerah dalam dunia pendidikan.
1. Pendahulu
Pendidikan bukan sekadar proses transfer ilmu pengetahuan, tetapi merupakan upaya membentuk manusia seutuhnya. Pendidikan Katolik secara khusus menekankan pembentukan hati nurani, pengembangan akal budi, dan penguatan nilai-nilai spiritual yang sejalan dengan ajaran Yesus Kristus. Dalam konteks ini, guru bukan hanya pendidik, tetapi juga pewarta, pembimbing spiritual, dan pelayan kasih.
Di tengah arus perubahan kurikulum yang begitu cepat, guru dituntut untuk kreatif dan adaptif. Kurikulum Merdeka memberikan ruang kebebasan dan fleksibilitas yang besar, namun di sisi lain menuntut tanggung jawab besar dalam menyusun modul ajar. Modul bukan hanya sekadar dokumen, tetapi sebuah karya intelektual dan spiritual yang harus mampu menjawab kebutuhan siswa, masyarakat, dan zaman.
Tulisan ini mengajak pembaca untuk merefleksikan peran modul ajar sebagai sarana pembelajaran yang bukan hanya membentuk aspek kognitif, tetapi juga menyentuh dimensi afektif dan spiritual. Modul ajar yang baik adalah modul yang hidup, berbicara, dan menjadi sahabat dalam proses pertumbuhan iman dan karakter peserta didik.
2. Akar Kata dan Makna Modul
Secara etimologis, “modul” berasal dari bahasa Latin “modulus” yang berarti “ukuran kecil” atau “satuan terkecil dari suatu keseluruhan”. Dalam dunia pendidikan, modul berarti unit pembelajaran mandiri yang memungkinkan siswa belajar secara sistematis dan bertahap.
Namun dalam praktiknya, makna modul berkembang menjadi lebih luas dan dalam. Modul adalah jembatan antara dunia pengetahuan dan pengalaman hidup. Modul adalah wadah nilai, moral, dan spiritualitas. Modul bukan hanya menyampaikan informasi, tetapi juga mengajak siswa merenung, berdialog, dan mengambil keputusan etis.
Modul ajar dalam Kurikulum Merdeka dirancang agar guru dapat menyusun materi ajar sesuai karakteristik siswa dan kondisi satuan pendidikan. Modul harus fleksibel, kontekstual, dan berorientasi pada pembentukan Profil Pelajar Pancasila.
3. Identitas Modul dan Kompetensi yang Berkualitas
Modul ajar harus mencerminkan identitas yang jelas: siapa yang menyusun, untuk siapa modul itu dibuat, dan dalam konteks apa ia digunakan. Identitas ini penting agar modul tidak kehilangan arah dan fokus.
Kompetensi dalam modul ajar dibangun atas dasar Capaian Pembelajaran (CP), Tujuan Pembelajaran (TP), dan Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP). Dalam konteks Pendidikan Agama Katolik, kompetensi tidak hanya berhenti pada pemahaman isi ajaran iman, tetapi juga pada penghayatan dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Modul berkualitas adalah modul yang:
- Mengintegrasikan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
- Menghubungkan ajaran iman dengan realitas hidup
- Menumbuhkan kesadaran sosial dan ekologis
- Mendorong refleksi diri dan pertobatan
- Menanamkan semangat pelayanan dan solidaritas
4. Elemen dan Dimensi Modul Ajar
Modul ajar dalam Kurikulum Merdeka terdiri dari elemen-elemen inti yang saling terkait, yakni:
- Tujuan Pembelajaran
- Aktivitas Pembelajaran
- Asesmen Pembelajaran
- Informasi dan Bahan Ajar Pendukung
- Refleksi Peserta Didik dan Guru
- Integrasi Profil Pelajar Pancasila
Dalam konteks Pendidikan Katolik, keenam elemen ini menyatu dalam enam dimensi kualitas pembelajaran yang saling menopang:
- IQ (Intelektual): Membentuk pengetahuan iman yang benar dan mendalam
- SQ (Spiritual): Menyadarkan relasi dengan Tuhan, sesama, dan alam ciptaan
- EQ (Emosional): Melatih kepekaan hati, empati, dan pengendalian diri
- AQ (Adversity Quotient): Menguatkan daya juang dan keteguhan iman
- MQ (Moral Quotient): Menanamkan nilai-nilai etis dan tanggung jawab sosial
- PQ (Peace Quotient): Membangun kedamaian dalam diri dan komunitas
Dimensi-dimensi ini membuat modul ajar tidak hanya menjadi alat bantu, tetapi jendela yang membuka wawasan dan mengantar siswa pada transformasi pribadi.
5. Refleksi Praktik: Kisah Guru Rofis Roning
Rofis Roning, guru Agama Katolik di SMAN I Nubatukan, merefleksikan pengalamannya dalam menyusun dan menerapkan modul ajar. Ia memulai dari keprihatinan bahwa banyak siswa mengalami kebosanan dan keterasingan dalam pembelajaran agama. Modul yang sebelumnya digunakan terlalu teoritis dan kurang menyentuh kehidupan nyata siswa.
Melalui proses belajar, diskusi komunitas MGMP, dan pendampingan Kurikulum Merdeka, Rofis menyadari bahwa modul harus dibuat dengan hati. Ia mengintegrasikan kisah-kisah lokal, kutipan Kitab Suci yang relevan, aktivitas reflektif, dan asesmen berbasis proyek yang kontekstual.
Salah satu modul yang ia kembangkan berjudul “Gereja sebagai Umat Allah yang Terbuka”, mengajak siswa untuk mengenal identitas Gereja sekaligus mengkritisi intoleransi, diskriminasi, dan eksklusivisme dalam masyarakat. Modul ini tidak hanya membuka wawasan teologis, tetapi juga membangkitkan keberanian siswa untuk menjadi agen perdamaian dan inklusivitas.
6. Modul sebagai Media Transformasi
Modul ajar yang baik tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga menjadi media transformasi. Modul dapat mengubah cara berpikir, merasakan, dan bertindak. Modul yang dirancang dengan pendekatan pastoral, pedagogis, dan partisipatif akan melahirkan pengalaman belajar yang bermakna.
Dalam tradisi Katolik, pendidikan adalah pelayanan. Modul ajar adalah salah satu bentuk pelayanan guru kepada Gereja dan bangsa. Oleh karena itu, modul harus dilandasi oleh spiritualitas pelayanan, cinta kasih, dan tanggung jawab.
7. Penutup
Modul ajar adalah kunci yang membuka pintu pengetahuan dan jendela hati. Di tangan guru yang reflektif, kreatif, dan berdedikasi seperti Rofis Roning, modul menjadi media pewartaan dan pembebasan. Ia bukan hanya alat bantu mengajar, tetapi juga sarana membangun dunia yang lebih adil, damai, dan beriman.
Dalam konteks Kurikulum Merdeka, modul ajar harus dirancang dengan semangat kebebasan yang bertanggung jawab. Ia harus berakar pada iman, bersinar dalam kasih, dan bergerak menuju harapan. SALAM LITERASI (ROFINUS REHE)
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.