Site icon Fakta Hukum Lembata

Belajar Bersama Perlindungan Hukum Bagi Guru Dalam Mendisiplinkan Siswa

Feldin Rano Kelen.S,Pd. Opini Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Lembata

Feldin Rano Kelen.S,Pd. Opini Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Lembata

FAKTAHUKUMNTT.COM, OPINI – Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kabupaten Lembata.  Hadir dan memberikan sinar dalam perlidungan hukum bagi guru dalam mendisplinkan Siswa.

Hakikat manusia sebagai makhluk sosial adalah untuk saling berinteraksi dan memberi manfaat bagi sesama. Dalam Undang-undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 dalam alinea ke empat menjelaskan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, yang berarti bahwa negara sangat mengharapkan anak-anak Indonesia terlepas dari lingkaran kebodohan.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 menyebutkan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 yang kemudian di ubah dengan Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak ayat (1) Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan Anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban Orang Tua, Wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap Anak. Ayat (2) Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah mengawasi penyelenggaraan Perlindungan Anak.”

Lebih lanjut dijelaskan pula dalam Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 39 ayat 1 menyatakan bahwa “Pemerintah, pemda, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan  wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas”.

Peraturan-peraturan tersebut memberikan peran penting bagi siswa dan guru dalam melindungi hak-hak nya dan terwujudnya kepastian hukum dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada satuan pendidikan. Karena hakekatnya guru dan siswa merupakan elemen terpenting guna terwujudnya tujuan pendidikan yang berkolerasi dalam mengemban terwujudnya tujuan pendidikan nasional. Guru merupakan pihak penanggung jawab utama dalam pengelolaan pembelajaran di sekolah.

Peran guru bukan hanya mampu memberikan tanggung jawab penuh hanya di dalam ruang kelas saja melainkan juga harus mampu berperan aktif di lingkungan sekolah. Tidak heran dalam pandangan masyarakat juga, profesi guru merupakan pekerjaan yang paling mulia karena di anggap sebagai sosok yang serba bisa dan menjadi panutan.

Namun akhir-akhir ini di beberapa daerah, profesi guru sering mendapatkan sorotan karena rendahnya kualitas pendidikan. Hal ini di tandai dengan maraknya kasus-kasus kriminalisasi yang beredar di media-media, sebab profesi guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di anggap terlalu berlebihan.

Adapun yang melatar belakangi hal tersebut adalah sejak di tetapkannya Undang-undang tentang perlindungan anak, sehingga membentuk perubahan paradigma hukum diantaranya memberikan tanggung jawab dan kewajiban kepada negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga dan orang tua/wali dalam hal penyelenggaraan perlindungan anak.

Undang-undang perlindungan anak memang sangat berperan positif dalam memberikan jaminan hukum kepada siswa untuk mengikuti pembelajaran di satuan pendidikan, namun tidak disadari bahwa undang-undang perlindungan anak juga seolah-olah menimbulkan dampak negatif karena terkesan memberikan imunitas bagi siswa dan orang tua/wali yang merasa menjadi korban terhadap tindak kedisiplinan yang dilakukan oleh satuan pendidikan.

Eksistensi Undang-undang No. 35 Tahun 2014 pada pasal 54 ayat 1 menjadi dasar hukum siswa dan orang tua/wali dalam memproses pengaduan kepada pihak yang berwajib terhadap tindak pendisiplinan oleh satuan pendidikan. Hal ini menimbulkan dilema besar bagi para guru dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya antara tuntutan mencerdaskan anak bangsa dan mendisiplinkan sikap dan perilaku siswa dalam menegakan tata tertib di satuan pendidikan, di sisi lain juga adanya kekhawatiran terhadap anggapan tidak wajar atau tabuh oleh siswa, orang tua/wali, dan lembaga swadaya masyarakat terkait tindakan satuan pendidikan dalam mendisiplinkan siswa.

Dalam menempuh pendidikan tidak semua siswa berperilaku baik, ada juga yang nakal. Untuk itulah di butuhkan peran seorang guru dalam mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, sehingga pendidik diberi kewenangan untuk memberikan penghargaan dan punishment kepada siswa.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi hal diatas antara lain dengan direalisasikannya undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, sebagai perlindungan hukum bagi guru dalam menjalankan profesinya agar senantiasa aman, nyaman, dan tenang. Kemudian diperjelas lagi di dalam peraturan pemerintah No. 74 Tahun 2008 pasal 39 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa “Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada siswa yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis, maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya”.

Sanksi yang dimaksud dapat berupa teguran, peringatan lisan maupun tulisan, dan hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kode etik guru dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Lebih lanjut dalam Pasal 50 Kitab Undang-undang hukum pidana menyatakan “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dipidana”. Peran guru dalam kegiatan belajar mengajar merupakan bentuk pelaksanaan ketentuan undang-undang, sehingga tindakan guru dalam memberikan punishment dengan tujuan mendidik tidak dapat dipidana.

Solusi lain sebagai alternatif dalam mengatasi terjadinya masalah pengaduan tindak pidana oleh siswa terhadap guru antara lain :

  1. Membentuk komite khusus penyelesaian kasus antara guru, siswa dan orang tua/wali;
  2. Adanya kerjasama antara pemerintah daerah dengan Kepolisian tentang tata cara penyelesaian konflik antara guru dengan siswa;
  3. Orang tua/wali membuat pernyataan sebelum memasukan anaknya pada satuan pendidikan, berupa kesediaanya menerima keputusan satuan pendidikan dalam memberikan sanksi ringan atau sanksi berat sesuai dengan tata tertib yang berlaku;
  4. Mengadakan seminar parenting atau pertemuan-pertemuan tertentu antara guru dan orang tua/wali tentang perannya dalam mendidik anak guna mengedukasi peraturan-peraturan yang mendasari pelaksanaan pendidikan sehingga dapat di pahami bahwa tugas mendidik anak bukanlah tugas guru sepenuhnya;
  5. Meningkatkan pengetahuan aparat penegak hukum, berkaitan dengan tupoksi guru yang diberikan kebebasan berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam memberikan sanksi maupun hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen serta Peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2017 tentang Guru.

Guru bersama orang tua/wali pastinya memiliki rasa sayang terhadap anak didiknya, namun diantara keduanya memiliki cara yang berbeda dalam menafsirkan rasa sayang tersebut. Terhadap tindak pendisiplinan antara guru dan siswa tidak ada pihak yang disalahkan ataupun yang dibenarkan dalam hal ini.

Namun hal yang paling mendasar bahwa setiap unsur pelaku pendidikan agar saling introspeksi diri, yakni guru yang tidak melewati batas toleransi, siswa yang santun tanpa mengkritik tindakan pendisiplinan guru, dan orang tua/wali yang mampu memahami posisi guru dalam kapasitasnya yang kadang bersikap keras dan sayang terhadap anak didiknya. Dengan terwujudnya peran dari masing-masing pelaku pendidikan tersebut maka akan terwujud suasana kondusif dunia pendidikan yang terjaga. Salam Ikatan Guru Indosia swara Lembata (Rofinus Rehe Roning /Red)

 

 

Exit mobile version