Ketika rumah, tempat bernaung dan menyimpan sejuta kenangan, diratakan dengan tanah, harapan pun terasa ikut runtuh. Namun, di tengah kesedihan itu, ada pemandangan yang menguras air mata. Warga yang kehilangan rumahnya mulai mengais sisa-sisa reruntuhan. Mereka memilah puing-puing yang masih bisa digunakan, mencoba menyelamatkan apa saja yang tersisa dari kehancuran yang memaksa.
Besi tua, kayu yang masih kokoh, bahkan potongan genteng pun diambil dengan penuh harap. Mungkin tidak seberapa, tapi bagi mereka, ini adalah modal awal untuk membangun kembali, meski kecil dan sederhana. Di sisi lain, beberapa warga memilih untuk membongkar rumah mereka sendiri. Meski berat, mereka berusaha menyelamatkan material bangunan, mengingat tak ada lagi yang bisa diandalkan selain diri sendiri.
Pemandangan ini sungguh memilukan. Bagaimana mereka yang tak bersalah, yang hanya ingin hidup sederhana dan damai, harus kehilangan tempat tinggal tanpa pilihan. Harapan terlihat dari sisa-sisa bahan bangunan yang mereka kumpulkan, tetapi sampai kapan mereka harus bertahan seperti ini?
Penggusuran tanpa solusi yang jelas hanya akan menambah daftar panjang derita rakyat kecil. Kehidupan mereka bukan sekadar soal material rumah yang hancur, melainkan mimpi dan masa depan yang tergantung di dalamnya. Di tengah ini semua, satu pertanyaan besar menggantung: ke mana mereka harus melangkah, jika tanah pun tak lagi berpihak kepada mereka?
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.