Site icon Fakta Hukum Lembata

Wisata Religi, Puncak Bukit Doa Our Lady of All Nations Watomiten Riangdua Lembata  

Wisata Puncak Bukit Doa “BUNDA MARIA SEGALA BANGSA” (Our Lady of All Nations) Watomiten Riangdua Lembata

Wisata Puncak Bukit Doa “BUNDA MARIA SEGALA BANGSA” (Our Lady of All Nations) Watomiten Riangdua Lembata

Sebuah catatan, Refleksi Bulan MEI 2022 – Novena Rosario

Penulis: Rofinus Rehe Roning (Reporter; faktahukumntt.com) .

LEMBATA, fakahukumntt.com 5 Mei 2022

Bukit pertapaan Bunda Maria segala Bangsa ”Our Lady of All Nations”  Watomiten Riangdua Paroki Mingar dekenat  Lembata Keuskupan Larantuka hadir menyapa umat Kristiani sejagat. Di puncak suci dalam kedalaman adam dan hawa kita dipanggil hati kudus kerahiman “Jesus Maria Yoseph”   Dalam kalbu Iman Imam Iman Maria (In the heart of faith Priest Faith Mar) .Media Fakahukumntt.com mempersembahkan catatan refleksi dalam menditasi dipuncak bukit Doa Bunda Segala Bangsa. Di sana peziarah akan merenungkan jiwa memandikan air bumi dan meratap hati menyala api kekuatan. Apa dan makna Gereja Katholik mendekatkan diri dalam hati Jesus Maria Yoseph?Pada konteks ini Faktahukum NTT dari repoter Biro Lembata Rofinus Rehe Roning,S.Ag,  mengajak pembaca untuk berlajar pada karya dibawa berikut ini; .

Pada tanggal 25 Maret 1945, pada Hari Raya Kabar Sukacita, Santa Perawan Maria menampakkan diri kepada Ida Peerdeman, 40 tahun, di rumah di mana ia tinggal bersama para saudarinya di Amsterdam. Terjadi 56 kali penampakan dalam kurun waktu lebih dari empatbelas tahun, yang berakhir pada tanggal 31 Mei 1959.

Bunda Maria menampakkan diri di bawah suatu gelar baru, “Bunda Segala Bangsa”. Pada masa ini, ia ingin dikenal dan dikasihi semua orang di bawah gelar ini. Bunda Maria memperingatkan kita akan hilangnya kepercayaan, kemerosotan moral, bencana dan perang. Ia menyampaikan nubuat-nubuat yang secara mencengangkan sungguh terbukti kemudian, mengenai situasi Gereja dan dunia sepanjang pertengahan akhir abad keduapuluh (25 pesan pertama, 1945-1950). Ia lalu secara perlahan menyingkapkan rancangan dengan mana Allah hendak menyelamatkan dunia melalui sang Bunda. Oleh karena itu, Bunda Maria memberikan kepada umat manusia dan bangsa-bangsa sebuah gambar dan doa (24 pesan berikutnya, 1951-1954). Dalam 7 pesan terakhir (1954-1959), Bunda Maria membicarakan bangsa-bangsa di dunia, menunjukkan kepada mereka jalan yang harus dilalui, jalan yang menghantar pada Mukjizat setiap hari, yakni Ekaristi.

Kenangan Perayaan Ekristi, Pater Aloysius Kelen,SVD/2016

Jiwa  dan raga memperlihatkan Bunda Segala Bangsa berdiri di atas bola dunia, ditembusi terang Allah, di depan Salib Putranya, dengan Siapa ia bersatu secara tak terpisahkan. Dari kedua tangan Maria memancarlah tiga berkas cahaya: rahmat, penebusan dan damai, yang akan ia anugerahkan kepada siapa saja yang berseru kepadanya sebagai Advocata [= Pembela]. Kawanan domba melambangkan segala suku dan bangsa di seluruh dunia, yang tiada akan tenang hingga mereka memandang Salib, pusat dunia.

Bunda Segala Bangsa mendiktekan sebuah doa singkat yang ampuh guna melindungi kita dari kemerosotan moral, malapetaka dan perang yang menghadang. “Kalian, bangsa-bangsa dari masa ini, ketahuilah bahwa kalian ada di bawah perlindungan Bunda Segala Bangsa. Berserulah kepadanya sebagai Advocata; mohonlah kepadanya untuk mencegah segala malapetaka. Mohonlah kepadanya untuk mengenyahkan kemerosotan moral dari dunia ini. Dari kemerosotan moral timbul malapetaka. Dari kemerosotan moral timbul perang. Melalui doaku, hendaknyalah kalian mohon agar ini dijauhkan dari dunia. Kalian tidak tahu betapa berarti dan betapa pentingnya doa ini di hadapan Allah” (31 Mei 1955). Di atas segalanya, kita berdoa memohon curahan baru Roh Kudus, Dia satu-satunya yang dapat memberikan damai sejati kepada dunia. “Doa ini diberikan demi pertobatan dunia” (31 Desember 1951). “Melalui doa ini Bunda akan menyelamatkan dunia” (10 Mei 1953). Bunda Maria meminta semua yang menerima doa ini mendaraskannya sekurang-kurangnya sekali dalam sehari. Bunda Maria berjanji, “Aku yakinkan kalian bahwa dunia akan berubah” (29 April 1951).

GERAKAN SELURUH DUNIA

Bapa dan Putra mengutus Bunda Segala Bangsa untuk mendatangkan persatuan dan perdamaian dunia dan “untuk membebaskan dunia dari malapetaka dahsyat” (10 Mei 1953). Sebab itu, Bunda Segala Bangsa tak kunjung henti meminta suatu gerakan seluruh dunia demi menyebarluaskan gambar dan doanya. “Bantulah dengan segala sarana yang ada padamu dan pastikan penyebarluasannya, masing-masing dengan caranya sendiri” (15 Juni 1952). “Gerakan ini tidak ditetapkan bagi satu bangsa, melainkan bagi segala bangsa” (11 Oktober 1953).

“Doa ini hendaknya disebarluaskan di gereja-gereja dan dengan sarana-sarana modern” (31 Desember 1951). “Dan aku menghendaki penyebarluasannya dilakukan dalam berbagai bahasa” (4 Maret 1951). “Pergilah dengan semangat yang berkobar dan bernyala-nyala akan karya penebusan dan perdamaian ini, dan kalian akan melihat mukjizat terjadi” (1 April 1951). “Kalian akan mendapati bahwa penyebarluasannya akan terjadi seolah dengan sendirinya” (15 April 1951).

I praise you my mother, Aku memujimu Bundaku

“Bagai keping-keping salju beterbangan dan jatuh ke tanah menjadi lapisan yang tebal, demikian pula doa dan gambar ini akan tersebar ke segenap penjuru dunia dan jatuh ke dalam hati segala bangsa… Bagai salju meleleh masuk ke dalam tanah, demikian pula buah, Roh, akan masuk ke dalam hati semua orang yang mendaraskan doa ini setiap hari. Sebab mereka memohon Roh Kudus untuk turun ke atas dunia” (1 April 1951)

Gelar Bunda Segala Bangsa

Sudah dalam pesan pertama Maria memperkenalkan dirinya dengan gelar yang indah dari Kitab Suci yaitu Perempuan / Ibu / Bunda. [= Vrouwe dalam bahasa Belanda berarti: 1) perempuan dan 2) ibu / bunda]. “Mereka akan memanggilku ‘Sang Perempuan’, ‘Bunda'” (25 Maret 1945).

Akan tetapi, baru sesudah Paus Pius XII secara khidmad memaklumkan dogma Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga pada tanggal 1 November 1950, Bunda Maria memperkenalkan gelarnya yang baru, “Nak, aku berdiri di atas bola dunia ini, sebab aku ingin disebut Bunda Segala Bangsa” (16 November 1951). Sebagai seorang Bunda sejati, Bunda Maria meyakinkan anak-anaknya, entah mereka beriman atau tidak, terpelajar atau tidak, “Tak peduli siapapun engkau, aku ini untukmu: Ibu, Bunda Segala Bangsa” (31 Mei 1954).

Sudah dalam pesan pertama Maria memperkenalkan dirinya dengan gelar yang indah dari Kitab Suci yaitu Perempuan / Ibu / Bunda. [= Vrouwe dalam bahasa Belanda berarti: 1) perempuan dan 2) ibu / bunda]. “Mereka akan memanggilku ‘Sang Perempuan’, ‘Bunda'” (25 Maret 1945).

Terangilah Lilinku Tuhan

Akan tetapi, baru sesudah Paus Pius XII secara khidmad memaklumkan dogma Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga pada tanggal 1 November 1950, Bunda Maria memperkenalkan gelarnya yang baru, “Nak, aku berdiri di atas bola dunia ini, sebab aku ingin disebut Bunda Segala Bangsa” (16 November 1951). Sebagai seorang Bunda sejati, Bunda Maria meyakinkan anak-anaknya, entah mereka beriman atau tidak, terpelajar atau tidak, “Tak peduli siapapun engkau, aku ini untukmu: Ibu, Bunda Segala Bangsa” (31 Mei 1954).

Lebih dari 150 kali Bunda Maria menggunakan gelar ini dalam pesan-pesannya. “Aku adalah Bunda, Maria, Bunda Segala Bangsa. Kalian dapat memanggilku: ‘BUNDA SEGALA BANGSA'” (11 Februari 1951).  Dan ia menjanjikan kepada semua orang, “Aku akan memberikan penghiburan. Bangsa-bangsa, Bundamu tahu kehidupan, Bundamu tahu penderitaan, Bundamu tahu Salib. Segala yang kalian lalui dalam hidup ini adalah jalan yang Bundamu, Bunda segala Bangsa, lalui sebelum kalian. Ia melewati jalan ini sebelum kalian” (31 Mei 1955).

Dasar Biblis

  1. Sudah dari halaman-halaman pertama Kitab Kejadian kita membaca tentang Perempuan yang bersama Putranya akan meremukkan kepala ular: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya” (Kejadian 3:15).

Dalam pesan di Amsterdam, Maria mengatakan: “Betapa kuat setan berkuasa. Allah saja yang tahu. Ia sekarang mengutus BundaNya, Bunda Segala Bangsa, kepada kalian, kepada segala bangsa. Ia akan menaklukkan setan, seperti telah dinubuatkan. Ia akan menginjakkan kaki-Nya ke atas kepala setan” (31 Mei 1955). “Aku meremukkan ular itu dengan kakiku. Aku bersatu dengan Putraku, seperti aku selalu bersama-Nya” (15 Agustus 1951).

Ina Maria Go Mayan tutu no krus santo moen pe…
  1.  Dalam pesta perkawinan di Kana, kita mendapati Perempuan yang menjadi perantara dan penyalur rahmat: “Mau apakah engkau dari pada-Ku, Perempuan? Saat-Ku belum tiba.” Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!” (Yohanes 2:4-5). Yesus menyebut BundaNya dengan “Perempuan” guna mengingatkan BundaNya akan panggilannya menjadi Bunda dunia. Di Amsterdam, Maria mengacu kepada mukjizat di Kana di satu pihak untuk menggambarkan hubungannya yang sempurna dan harmonis dengan Putra dan di pihak lain untuk menunjukkan bahwa Yesus menghendakinya sebagai “Perempuan” yang memohon mukjizat. “Bukankah Tuhan Yesus Kristus Sendiri yang menunggu saat terjadinya mukjizat besar-Nya itu, yakni mengubah air menjadi anggur, sampai BundaNya mengatakannya? Dia bermaksud mengadakan mukjizat-Nya, tetapi menunggu sampai BundaNya berbicara. Mengertikah kamu akan hal ini? … Pikiran ini akan membantu mereka mengerti hubungan Bunda Maria dengan Tuhan mereka” (31 Mei 1956).

  1.  Di Kalvari, “Ketika Yesus melihat BundaNya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada BundaNya: “Perempuan, inilah anakmu!” (Yohanes 19:26). Dengan kata-kata ilahi ini, Maria sebagai Co-redemptrix dikukuhkan sebagai Bunda Segala Bangsa. “Pada kurban Salib ia menjadi ‘Bunda’, Co-redemptrix dan Mediatrix. Ini dimaklumkan Putra sementara Ia akan kembali kepada Bapa” (6 April 1952).

“Dalam dua peristiwa khidmad, yakni di Kana dan di bawah kaki Salib, Yesus menyebutnya sebagai ‘Perempuan’ (bdk Yohanes 2:4; 19:26). Maria diasosiasikan sebagai Perempuan dalam karya keselamatan. Setelah menciptakan manusia “laki-laki dan perempuan” (bdk Kejadian 1:27), Tuhan juga hendak menempatkan Hawa Baru di samping Adam Baru dalam Penebusan. Leluhur pertama kita sebagai pasangan telah memilih jalan dosa; suatu pasangan baru, Putra Allah dengan kerjasama BundaNya, akan membangun kembali bangsa manusia dalam martabat aslinya” (Paus Yohanes Paulus II, 9 April 1997).

  1.  Dalam kitab Wahyu kita baca, “Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. Ia sedang mengandung dan dalam keluhan dan penderitaannya hendak melahirkan ia berteriak kesakitan. Maka tampaklah suatu tanda yang lain di langit; dan lihatlah, seekor naga merah padam yang besar … Dan naga itu berdiri di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu … ” (Wahyu 12:1-4). Paus Paulus VI menjelaskan: “Tanda besar yang dilihat oleh rasul Yohanes di langit, ‘seorang perempuan berselubungkan matahari’, ditafsirkan oleh Liturgi Suci, bukannya tanpa dasar, menunjuk kepada Santa Perawan Maria, Bunda dari seluruh umat manusia yang diperoleh dari rahmat Kristus Sang Juru Selamat” (Signum Magnum, 1967). Permusuhan antara perempuan dan naga ini mengingatkan kita kembali akan ayat dalam Kitab Kejadian: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini …” (Kejadian 3:15). Maria mengatakan, “Kekuatan-kekuatan neraka akan memberontak. Bagaimanapun juga, mereka tak akan dapat mengalahkan Bunda Segala Bangsa” (3 Desember 1953).

    pada pundak ini…

“Seluruh umat manusia dipercayakan kepada Bunda” (15 Agustus 1951). Di bawah gelar Bunda Segala Bangsa, Maria menyampaikan sejumlah janji yang menghibur hati, “Di bawah gelar ini ia akan menyelamatkan dunia” (20 Maret 1953). “Bunda Segala Bangsa akan diperkenankan membawa damai kepada dunia. Namun, hal ini harus diminta kepadanya melalui gelar ini” (11 Oktober 1953).

Dogma Baru: Maria Co-Redemptrix, Mediatrix Dan Advocata

Doa dan gambar Bunda Segala Bangsa merupakan suatu persiapan yang sepenuhnya damai bagi tiga gelar, yakni dogma Maria terakhir yang diminta Bunda Maria di Amsterdam: Maria Co-redemptrix, Mediatrix, dan Advocata. “Mohonlah kepada Bapa Suci untuk memaklumkan dogma ini yang diminta oleh Bunda” (31 Mei 1955). Bunda Segala Bangsa berjanji bahwa dogma ini akan mendatangkan damai sejati bagi dunia. “Apabila dogma, dogma terakhir dalam sejarah Maria, telah dimaklumkan, Bunda Segala Bangsa akan memberikan damai, damai sejati bagi dunia” (31 Mei 1954).

Selain penyebarluasan gelar Maria yang baru “Bunda Segala Bangsa” dan sebuah doa baru, devosi juga meliputi pembangunan sebuah gereja internasional di Amsterdam dan pemakluman secara dogmatis peran Maria dalam rancangan penebusan Allah sebagai Co-redemptrix, Mediatrix dan Advocata.

Istilah Co-redemptrix tidak pernah bermaksud menyingkirkan keunikan dan keuniversalitasan Pengantaraan Kristus, melainkan menunjuk padanya dan malahan menunjukkan kekuatannya.

Istilah ‘Co-redemptrix’ telah lama ada dalam Gereja. Gagasannya dapat kita temukan di kalangan para Bapa Gereja, para kudus dan para paus. Edith Stein, Maximilian Kolbe, Padre Pio, Beata Teresa dari Calcutta, Sr Lucia dari Fatima dan Beato Paus Yohanes Paulus II adalah beberapa di antara mereka yang dengan lantang menyerukannya pada masa kita. Menarik bahwa adalah para Uskup Belanda yang pada tahun 1943, ketika mempercayakan masyarakat Belanda ke dalam perlindungan Maria, menggaribawahi gelar ‘Co-redemptrix’ dan secara teologis menjabarkannya. Mereka menekankan bahwa hanya Kristus satu-satunya Pengantara antara Allah dan manusia (bdk 1 Tim 2:5). Semua yang dianugerahkan Maria, berasal dari-Nya. Maria adalah Mediatrix dan bendahara rahmat Putranya. Maria menjadi perantara bagi kita kepada Putranya. Maria adalah juga Co-redemptrix sebab ia adalah alat dalam karya penebusan-Nya dan ikut ambil bagian di dalamnya (bdk Luk 1:38).

Peran Maria, kata Yohanes Paulus II, berasal dari trinitas Allah Sendiri, “yang menghendaki mengadakan dan menggenapi misteri agung sejarah keselamatan melalui sarana kerjasama yang bertanggung-jawab dan setia dari hamba rendah hati dari Nazaret” (13 Oktober 2002). Dengan ini Maria adalah gambaran Gereja. Dalam kerjasama ini suatu dimensi istimewa penebusan yang berdampak langsung pada kita menjadi kelihatan, yakni keikutsertaan kita sendiri dalam penebusan, dan tanggapan kita atasnya.

Mgr J. M. Punt, Uskup Haarlem mengungkapkannya sebagai berikut: “Pada intinya setiap manusia dipanggil untuk bekerjasama dalam penebusan melalui Kristus, guna – seperti ditulis St Paulus – ‘menggenapkan dalam daging kita sendiri apa yang kurang pada penderitaan Kristus’. Segala doa, penderitaan dan karya kita mengandung penebusan sejauh manusia dipersatukan dengan Kristus, dalam iman dan hidup (bdk Salvifici Doloris #25, Paus Yohanes Paulus II). Maria menempati suatu kedudukan unik di sini: keibuan ilahinya mempersatukannya dalam suatu cara yang luhur mulia dengan Dia, dari saat sebelum kelahiran-Nya hingga sesudah wafat-Nya. Dikandung tanpa dosa, Maria diciptakan dalam kepenuhan dan kebebasan asli seperti yang dimaksudkan Allah bagi umat manusia. Itulah sebabnya mengapa ia dapat memberikan tanggapan dalam penyerahan total yang bebas kepada kasih Allah dan penebusan atas nama umat manusia. Sebagai ‘Sekutu Penebus’ Maria ditetapkan untuk berjalan bersama Kristus, berkanjang hingga Salib (bdk Yohanes 19:26-27).

Dukacita Maria melebur bersama dukacita Putranya. Kurbannya dengan kurban-Nya (bdk Lumen Gentium 58). Tak terpisahkan saat itu, tak terpisahkan sekarang. Oleh karenanya, seperti diajarkan Gereja, Maria telah diangkat ke surga dengan jiwa dan badannya. Sebab itu Maria juga dimuliakan. Persatuan mendalam ini dan keikutsertaannya dalam sengsara mendasari peran kepengantaraan keibuannya yang universal.”

Cinta-Tuhan-Terlampau-Kuat.

Keempat dogma Maria sebelumnya berfokus pada kehidupan Maria dan diangkatnya Maria ke surga. Dogma kelima hendak merumuskan peran universalnya dalam rancangan penebusan Allah sekarang. “Diangkat ke surga,” demikian dimaklumkan Konsili Vatican, “ia tidak meninggalkan peran yang membawa keselamatan itu, melainkan dengan aneka perantaraannya ia terus-menerus memperolehkan bagi kita kurnia-kurnia yang menghantar kepada keselamatan kekal” (bdk Lumen Gentium #62).

Penebusan serta ini, peran kepengantaraan Maria ini bukanlah rekaan manusia, melainkan rancangan ilahi, yang sungguh dikehendaki oleh Bapa, Putra dan Roh Kudus. Dengan secara khidmad memaklumkan dogma ini, Gereja memberikan persetujuannya pada Penebusan dan memuliakan Allah Sendiri dalam sepenuhnya mengenali rancangan keselamatan-Nya. Pemakluman khidmad ini memungkinkan Maria untuk sepenuhnya menyingkapkan keunggulan gelarnya dan keibuannya yang universal dan untuk menganugerahkan ‘rahmat, penebusan dan damai’ atas umat manusia dan dunia. Inilah jalan menuju “Kana” baru, memungkinkan Maria untuk menyentuh hati Putranya dan mendatangkan suatu curahan unik Roh Kudus dalam masa dramatik kita. Inilah pintu gerbang menuju suatu evangelisasi baru dan menuju ekumenisme sejati dalam Millenium Ketiga.

Dogma Maria Yang Kelima?

Bunda Maria mengatakan bahwa dogma Maria ini akan merupakan yang “terakhir dan terbesar” (15 Agustus 1951). “Katakanlah kepada teolog-teologmu bahwa mereka dapat menemukan semuanya di dalam buku-buku mereka … Aku tidak memberikan doktrin baru” (4 April 1954). “Gereja akan mendapat banyak pertentangan karena dogma baru ini” (15 Agustus 1951).

“Apabila dogma, dogma terakhir dalam sejarah Maria, telah dimaklumkan, Bunda Segala Bangsa akan memberikan damai, damai sejati bagi dunia” (31 Mei 1954).

BUNDA MARIA SEGALA BANGSA

Hingga kini, masih terjadi pertentangan dalam tubuh Gereja: di satu pihak, banyak yang menginginkan dogma ini segera dimaklumkan secara resmi oleh Gereja sebagai dogma Maria yang kelima, tetapi di lain pihak, ada banyak juga yang berpendapat sebaliknya. Di antaranya, Kardinal Joseph Ratzinger – sekarang Paus Benediktus XVI – menyatakan bahwa kerjasama Maria dalam rencana penebusan “telah dikemukakan lebih baik di dalam gelar-gelar lainnya, karena istilah ‘Co-redemptix’ letaknya terlalu jauh dari bahasa Kitab Suci dan dengan demikian dapat menimbulkan salah pengertian.”

Pesan-Pesan

Bunda Segala Bangsa mengatakan, “Tanda-tandaku ada dalam perkataan-perkataanku” (31 Mei 1957), artinya, berkali-kali ia membuktikan kebenaran pesan-pesannya melalui tak terhitung banyaknya nubuat yang menjadi kenyataan seiring berjalannya waktu. Beberapa di antaranya adalah: Perang Dingin, runtuhnya Tembok Berlin dan Tirai Besi, Revolusi Komunis Cina, pendaratan pertama di bulan, perang Balkan, senjata-senjata kimia dan biologis, diselenggarakannya Konsili Vatikan Kedua. Dan mungkin bukti paling kuat dari keotentikan pesan-pesan Amsterdam adalah nubuat mengenai hari dipanggilnya Paus Pius XII ke dalam kebahagiaan kekal, sebab hanya Allah saja sebagai “Tuan atas hidup dan mati” yang dapat mengetahuinya.

Lagi dan lagi Bunda menunjuk pada Kristus, pada Salib, “Pertama-tama kembalilah kepada-Nya, hanya dengan demikian akan ada damai sejati.” Bunda Maria berjanji untuk menolong dunia, dan ia memaklumkan kedatangan suatu Roh yang baru, seekor Merpati putih yang akan memancarkan sinar-Nya ke segenap penjuru dunia. “Tak ada Gereja di dunia yang dibangun seperti Gerejamu” (11 Februari 1951). “Kalian, umat Gereja Roma, sadarilah keberuntunganmu yang sungguh besar. Sadarilah apa artinya menjadi bagian dari Gereja Roma. Adakah kalian bertindak pantas?” (31 Mei 1955).

Dalam penglihatan terakhir pada tanggal 31 Mei 1959, Bunda menampakkan diri dalam semarak kemuliaan surgawi dan figur Tuhan Sendiri dalam segala keagungan dan kemuliaan-Nya muncul dari sebuah Hosti dari api putih, dan terdengarlah suara: “Barangsiapa makan dan minum Aku akan memiliki hidup kekal dan menerima Roh yang Benar.”

Menyingsing Morgana Lautan hening

Sesudahnya Ida dianugerahi serangkaian pengalaman luar biasa yang terjadi sepanjang Perayaan Ekaristi. Pengalaman ini dikenal sebagai “Pengalaman-pengalaman Ekaristi” yang berlangsung hingga tahun 1980-an.

IDA PEERDEMAN

Bungsu dari lima bersaudara anak keluarga Peerdeman ini dilahirkan di Alkmaar, Belanda, pada tanggal 13 August 1905. Saat dibaptis, ia diberi nama Isje Johanna, tetapi biasa dipanggil dan dikenal sebagai Ida saja. Menjelang Perang Dunia I, keluarga Peerdeman pindah ke Amsterdam. Ida baru berusia delapan tahun ketika ibunya (35 tahun) meninggal dunia bersama bayi yang dilahirkannya. Gesina (16 tahun), si sulung, harus berjuang keras untuk mengurus rumah tangga dan menjadi ibu bagi ketiga saudari dan saudaranya, Pieter; teristimewa karena ayahnya, seorang salesman tekstil harus sering bepergian menjelajah negeri.

Sudah semasa gadis kecil Ida biasa pergi ke Gereja Dominikan setiap akhir pekan untuk menerima Sakramen Tobat dari Pater J. Frehe O.P, yang menjadi pembimbing rohaninya selama 50 tahun dari tahun 1917 sampai beliau meninggal dunia pada tahun 1967. Hari Sabtu, 13 Oktober 1917 adalah hari terakhir Bunda Maria menampakkan diri di Fatima. Pada hari itu juga, sesuatu yang luar biasa terjadi dalam perjalanan pulangnya dari pengakuan dosa. Di ujung jalan ia melihat suatu lingkupan cahaya dan seorang perempuan bersinar cemerlang di dalamnya, wajahnya seperti seorang perempuan Yahudi yang sangat cantik jelita. Ida mengenalinya sebagai Maria. Dengan kedua tangan sedikit terentang, tatapan lembut dan sukacita, dan tanpa mengatakan sepatah kata pun, Bunda Maria berdiri dalam lingkupan cahaya. Belum pernah sebelumnya Ida melihat sesuatu yang sebegitu indah menakjubkan. Hal yang sama terjadi dua kali lagi dalam dua Sabtu berikutnya.

Ketika usianya sekitar delapanbelas sembilanbelas tahun, Ida kerap menderita gangguan setan yang berupaya mencelakakannya: seolah hendak menenggelamkannya ke dalam kanal, berupaya menabrakkannya ke trem yang tengah melintas, membuat lampu rumah berayun-ayun dan bel ribut berdering, bahkan merasukinya. Segenap keluarga Peerdeman bersatu dan saling mendukung dalam menghadapi situasi ini, “Tertawalah, anak-anak,” demikian mereka biasa saling berkata,  “sebab jika kita tidak tertawa, setan-setan yang akan tertawa – dan kita tak hendak memberikan kesenangan yang demikian kepada mereka.”

Aku dengar dan Aku ucapkan kata dan Aku tulis kalimat dan Wartakan Sabda Tuhan Bumi aku Pijak

Pada tahun 1940, Ida mulai mendapatkan “penglihatan-penglihatan perang” sehubungan dengan Perang Dunia II yang segera menjadi kenyataan. Dan ketika perang masih belum berakhir, pada tanggal 25 Maret 1945, pada Hari Raya Kabar Sukacita, Bunda Maria menampakkan diri kepada Ida yang saat itu sedang berada di ruang keluarga bersama P Frehe dan ketiga saudarinya. Mereka sedang asyik berbincang ketika sekonyong-konyong Ida melihat sesuatu di kamar sebelah. Di sana dilihatnya suatu cahaya yang mengagumkan dan segala isi ruangan bagaikan lenyap dalam semacam kedalaman tanpa batas. Ia melihat sesosok bayangan surgawi muncul dari dalam cahaya itu, seorang Perempuan berbaju putih yang mulai berbicara kepadanya. P Frehe pun menyuruhnya bertanya, “Dengar, tanyakan siapa dia.” Ida bertanya, “Apakah engkau Maria?” Sosok bercahaya itu menjawab, “Mereka akan menyebutku ‘Sang Perempuan’, ‘Bunda’.”

Sebagian pesan disampaikan Bunda Maria kepada Ida di rumah dengan cara yang serupa dan tak terduga. Bunda berbicara secara perlahan sekali, dan Ida mengulangi perkataannya, kata demi kata sementara saudarinya, Truus (Gertrude), menuliskannya. Setelah penglihatan selesai, Ida akan menambahkan beberapa detail mengenai apa yang telah dilihatnya. Ida senantiasa berjuang untuk dengan sungguh-sungguh memastikan bahwa semua pesan ditulis dan seturut ketaatan disampaikan tepat seperti yang dikatakan kepadanya oleh Bunda Segala Bangsa. “Dan sekarang aku katakan kepadamu, nak. Pastikan penyebarluasannya” (17 Februari 1952). Ida bekerja siang malam hingga akhir hayat demi menunaikan pesan Bunda Maria; tanpa kenal lelah menanggapi pertanyaan dan surat-surat yang datang dari seluruh penjuru dunia. “Pergilah dengan semangat yang bernyala-nyala dan berkobar-kobar melakukan karya penebusan dan damai ini, dan engkau akan melihat mukjizat” (1 April 1951).

“Engkau, nak, akan harus bekerjasama tanpa takut ataupun gentar. Secara rohani dan jasmani engkau akan menderita” (1 April 1951). Ida menderita kanker payudara, mengalami masalah jantung yang serius dan di tahun-tahun akhir hidupnya kembali mengalami gangguan-gangguan setan.

“Jadikan hidupmu sebagai kurban” (4 April 1954).

Pada malam 4 April 1992, setan datang dengan langkah-langkah berat dan berdebum masuk ke dalam kamar Ida. Ida tidak melihatnya, sebab setan berdiri dalam gelap; tetapi Ida mendengar suaranya yang lantang dan mengerikan, “Aku pastikan tak akan ada kemajuan apapun untukmu dan uskupmu. Dan terang yang kau lihat adalah aku dan bukan yang lain (Bunda Maria)”. Ida menjawab, “Pasti dia! Bunda selalu datang dalam terang. Anehnya kamu hanya datang ketika hari gelap, dan kamu selalu dalam gelap!” Ida mendaraskan doa yang diajarkan Bunda Maria dengan lantang. Pada saat itu setan berteriak, “Aku pastikan bahwa kau tidak akan pernah dapat melihat terang itu lagi!” Setelah berkata demikian, setan melemparkan sebuah batu kecil ke mata Ida, yang menyebabkan sakit yang luar biasa. Lalu setan pun lenyap. Mata Ida merah padam dan membengkak hingga sama sekali tertutup. Setelah dibasuh dengan air Lourdes dan dibubuhi obat dari dokter mata barulah sekitar sepuluh hari kemudian Ida dapat melihat kembali.

Malaikat Tuhan Allah

Pada pagi hari 15 Desember 1995, Ida ditemukan terbanting dari tempat tidurnya ke atas lantai; wajahnya memar dan berlumuran darah. Sekonyong-konyong Ida merasakan suatu tangan yang kuat di punggunggnya, menekan wajahnya mencium lantai. Akibatnya sungguh parah, hingga sesudah delapan minggu luka memar masih tampak di wajah Ida.

Pada tanggal 1 Januari Ida mendengar Bunda Maria mengatakan, “Inilah tahun terakhirmu. Aku akan segera membawamu kepada Putraku. Tugasmu telah ditunaikan! Teruslah mendengarkan suara!”

Setelah pada tanggal 31 Mei 1996 Gereja menyetujui devosi umum kepada Bunda Segala Bangsa, kesehatan Ida menurun drastis. Pada tanggal 12 Juni 1996 Ida menyambut Sakramen Terakhir dan fajar hari tanggal 17 Juni 1996 jiwanya yang kudus kembali ke tangan Pencipta-nya. Usianya 90 tahun.

Gereja Lokal Keuskupan Larantuka memberikan pesan didaratan Tanah Bumi Lembata sebagai visi dan misi hidupnya Bunda Maria segala bangsa hadir dalam Sabda Tuhan.

Jiwa Memuliakan Alam Semesta Bukit Watomiten Lembata

Mari kita belajar dari sejarah  “Keuskupan setempat mengadakan penyelidikan seksama selama beberapa tahun. Pada bulan Mei 1974, Kongregasi Ajaran Iman memaklumkan “non constat de supernaturalitate” yang berarti “sifat adikodratinya masih belum dapat dipastikan.” Duapuluh dua tahun kemudian, pada tanggal 31 Mei 1996, Uskup Amsterdam Henrik Bomers, setelah berunding dengan Kongregasi, memutuskan secara resmi untuk mengizinkan devosi umum kepada Maria dengan gelar Bunda Segala Bangsa; sementara itu sifat adikodrati dari penampakan dan pesan masih belum dapat dipastikan. Barulah pada tanggal 31 Mei 2002, Uskup Haarlem-Amsterdam Mgr Jozef Marianus Punt memaklumkan keotentikan penampakan Bunda Segala Bangsa. “ Salam Doa Jesus Maria Yoseph”

Exit mobile version