Sejarah Pancasila
Sejenak kita mengenang (kembali) sejarah ditetapkannya Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara yang tidak terpisahkan dari sejarah konstitusional pembentukan negara. Perumusan Pancasila tidak sekali jadi, tapi berproses mulai tanggal 1 Juni 1945 dan berpuncak pada tanggal 18 Agustus 1945 ketika rumusan final disepakati dan disahkan.

Pancasila adalah nama bagi lima prinsip dasar negara yang dibentangkan oleh Ir. Soekarno (Bung Karno) di depan sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tanggal 1 Juni 1945. Pidato bersejarah Bung Karno diterbitkan pada tahun 1947 dan diberi judul Lahirnya Pancasila. Bung Karno menyampaikan pidato lima prinsip dasar negara untuk menjawab permintaan Ketua Sidang BPUPKI dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat kepada Sidang BPUPKI tentang dasar Indonesia Merdeka?, atau dalam bahasa Belanda: “philosofische grondslag”.

Konsep Pancasila 1 Juni 1945 adalah masukan dari Bung Karno, sebagaimana masukan dari beberapa tokoh lain sebelumnya dalam Sidang BPUPKI, sehingga belum mempunyai kekuatan hukum. Pancasila kemudian dirumuskan oleh Panitia Kecil (Panitia Sembilan) BPUPKI berdasarkan ide dan konsep Bung Karno dalam pidato 1 Juni 1945, dengan beberapa penyempurnaan. BPUPKI antara tanggal 2 Juni sampai dengan 9 Juli 1945 mengadakan rapat bersifat informal karena berlangsung dalam masa reses anggota BPUPKI. Dalam tempo yang sangat penting dan bersejarah, para tokoh pendiri republik berhasil merumuskan satu gentlement agreement, kompromi dan konsensus nasional tentang dasar negara sebagai rancangan preambule konstitusi atau mukaddimah Undang-Undang Dasar. Mr. Muhammad Yamin memberi nama Piagam Jakarta.

Piagam Jakarta atau mukaddimah Undang-Undang Dasar ditanda-tangani pada 22 Juni 1945 oleh 9 orang Panitia Kecil (Panitia Sembilan) terdiri dari: Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdul Kahar Mudzakkir, Haji Agus Salim, Mr. Achmad Subardjo, K.H. A. Wahid Hasjim, dan Mr. Muhammad Yamin. Dalam rangkaian rapat BPUPKI, Bung Karno selaku Ketua Panitia Sembilan sangat gigih mempertahankan Piagam Jakarta yang memuat rumusan Pancasila. Piagam Jakarta semula dimaksudkan sebagai pernyataan proklamasi kemerdekaan Indonesia, namun tidak jadi digunakan pada 17 Agustus 1945. Tidak bisa dipungkiri Piagam Jakarta itulah yang melahirkan Proklamasi dan Konstitusi, seperti ditegaskan oleh Mr. Muhammad Yamin dalam bukunya Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia (1952).

Sehari setelah proklamasi, tepatnya 18 Agustus 1945, Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengesahkan Piagam Jakarta menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan perubahan beberapa bagian kalimat yang dihapus. Seperti tercatat dalam sejarah, Jumat 17 Agustus 1945 sore bertepatan dengan bulan Ramadhan, seorang opsir Kaigun (Angkatan Laut Jepang) diutus oleh Nisyijima, Pembantu Admiral Mayeda, datang ke rumah Bung Hatta menyampaikan bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik dalam daerah yang dikuasai Angkatan Laut Jepang merasa keberatan dengan kalimat “Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, karena kalimat itu tidak mengikat mereka tapi hanya mengenai orang-orang Islam. Jika itu ditetapkan dalam Pembukaan UUD, mereka lebih suka berdiri di luar Republik Indonesia.

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.