Dalam Pancasila Jalan Lurus, Bung Hatta mengemukakan pengertian persatuan Indonesia ialah Tanah Air kita Indonesia adalah satu dan tidak dapat dibagi-bagi. Persatuan Indonesia mencerminkan susunan negara nasional yang bercorak bhinneka tunggal ika, bersatu dalam berbagai suku bangsa, yang batasnya ditentukan dalam Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dasar ini menegaskan sifat Republik Indonesia sebagai negara nasional, berdasarkan ideologi sendiri. Selanjutnya, dasar kerakyatan menciptakan pemerintahan yang adil, yang dilakukan dengan rasa tanggungjawab, agar tersusun sebaik-baiknya demokrasi Indonesia, yang mencakup demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Dasar keadilan sosial adalah pedoman dan tujuan kedua-duanya. Dengan melaksanakan cita-cita ini dalam praktik, rakyat hendaknya dapat merasakan keadilan yang merata dalam segala lapangan hidup, dalam bidang ekonomi, bidang sosial dan bidang kebudayaan.

Salah satu tugas negara – sambung Bung Hatta – ialah mempergunakan sumber daya alam menjadi kapital kemakmuran rakyat. Karena itu, beliau meletakkan prinsip konstitusi sebagai pokok-pokok pelaksanaan kesejahteraan sosial, antara lain; bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Bung Hatta semasa hidupnya tiada lelah memperjuangkan gerakan koperasi sebagai soko guru ekonomi Indonesia. Cita-cita koperasi Indonesia adalah menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental.

Pancasila dan Kondisi Bangsa
Kesetiaan kepada Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika yang dikampanyekan belakangan ini di tengah berbagai kegaduhan yang timbul dalam kehidupan bangsa – bahkan ada yang menyebut Indonesia mengalami darurat integrasi bangsa – sangat memerlukan tindaklanjut dan langkah konsisten mewujudkan idealisme Pancasila ke dalam kenyataan hidup sehari-hari. Sikap saling tuding terkait persoalan anti-Pancasila dan anti-Kebhinnekaan hanya akan menghabiskan energi bangsa dan ukuran nasionalisme anak bangsa bukan terletak pada klaim verbal tentang Pancasila.

Tantangan terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini ialah mampukah kita menjaga kedaulatan NKRI dari intervensi kekuatan asing, menanggulangi kemerosotan moral dan dehumanisasi dalam kehidupan sosial, mencegah perbuatan korupsi, serta mengatasi ketimpangan kondisi ekonomi yang semakin melebar.

Bung Karno menjanjikan dalam pidato 1 Juni 1945 bahwa. “…tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka.” Dalam kaitan itu Bung Hatta memberi definisi “kemakmuran rakyat” ialah apabila rakyat terlepas dari kemiskinan yang menyiksa dan bahaya kemiskinan yang mengancam. Menurut Bung Hatta pemerintah harus bertindak supaya tercapai penghidupan sosial yang lebih baik. Dalam Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) tanggal 15 Juni 1979 yang merupakan pidato Bung Hatta terakhir, bapak bangsa itu mengutarakan, “Negara kita berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tetapi politik perekonomian negara di bawah pengaruh teknokrat kita sekarang, sering menyimpang dari dasar itu. Politik liberalisme sering dipakai jadi pedoman.”

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.