Sejarah pembentukan dasar negara dan pergulatan pemikiran kebangsaan para founding fathers negara di awal kemerdekaan membuktikan toleransi pemimpin Islam dan umat Islam sebagai kekuatan persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu tidak berlebihan H. Alamsjah Ratu Perwiranegara (Menteri Agama RI tahun 1978–1983) menegaskan, “Pancasila adalah pengorbanan dan hadiah terbesar umat Islam untuk persatuan dan kemerdekaan Indonesia.”

Pancasila hakikatnya merupakan perjanjian luhur antara negara dengan rakyat dan antara rakyat dengan rakyat. Pancasila tidak mungkin bertentangan dengan Al-Quran, kecuali penjabarannya dijauhkan dari nilai-nilai agama. Sejatinya Pancasila akan hidup subur dengan naungan nilai-nilai agama. Dalam kaitan ini baik digaris-bawahi pandangan Mr. Sjafruddin Prawiranegara, tanpa Islam mustahil nasionalisme terbentuk cepat di Indonesia. Umar Wirahadikusumah semasa menjabat Wakil Presiden RI menandaskan, “Pancasila tanpa agama tidak mempunyai makna apa-apa……”

Pemahaman Pancasila
Dalam beberapa tulisan dan pidato Bung Hatta menjelaskan Pancasila mengandung dua lapis fundamen falsafah yaitu “fundamen moral” (etik agama, sila ke-1) dan “fundamen politik” (sila ke-2 sampai dengan sila ke-5). Dalam pandangan Bung Hatta, “Dengan dasar-dasar ini sebagai pimpinan dan pegangan, pemerintah negara pada hakekatnya tidak boleh menyimpang dari jalan lurus untuk mencapai kebahagiaan rakyat dan keselamatan masyarakat, perdamaian dunia serta persaudaraan bangsa-bangsa.”

Dalam pendahuluan tulisan Pancasila Jalan Lurus (1966) Bung Hatta menegaskan, Revolusi Indonesia yang dicetuskan dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, yang disemangati oleh Pancasila, tidak mengenal jalan kanan dan jalan kiri, hanya mengenal jalan lurus yang diridhai oleh Tuhan Yang Maha Esa. “Sila Ketuhanan Yang Maha Esa – tulis Bung Hatta dalam Pengertian Pancasila (1981) – tidak hanya dasar hormat menghormati agama masing-masing, seperti yang dikemukakan bermula oleh Bung Karno, melainkan menjadi dasar yang memimpin ke jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, dan persaudaraan.”

Seperti terangkum dalam Kumpulan Pidato III (2002) Bung Hatta mengemukakan bahwa sesuai sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia mengakui adanya kekuasaan yang memberi petunjuk kepada manusia supaya memegang kebenaran, keadilan dan kebaikan. Dengan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa seperti tersebut dalam sila pertama Pancasila, rakyat Indonesia menempatkan politik nasional di atas dasar moral.

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.